BAB
I
PENDAHULUAN
1.1
Latar Belakang
Korosi
merupakan masalah yang serius dalam dunia material dan sangat merugikan. Karena korosi dapat mengurangi kemampuan
suatu konstruksi dalam memikul beban, usia
bangunan konstruksi menjadi berkurang dari waktu yang sudah direncanakan. Tidak hanya itu apabila tidak
diantisipasi lebih awal maka akan mengakibatkan kerugian-kerugian
yang lebih besar antara lain bisa menimbulkan kebocoran, mengakibatkan berkurangnya ketangguhan,
robohnya suatu konstruksi, meledaknya suatu
pipa/ bejana bertekanan dan mungkin juga dapat membuat pencemaran pada suatu produk.
Kondisi
alam Indonesia yang beriklim tropis, dengan tingkat humiditas dan dekat dengan laut adalah faktor yang dapat mempercepat
proses korosi. Sekitar 20 Triliun rupiah
diperkirakan hilang percuma setiap tahunnya karena proses korosi. Angka ini setara 2-5 persen dari total gross
domestic product (GDP) dari sejumlah industri yang ada. Besarnya angka kerugian yang
dialami industri akibat korosi yang seringkali disamakan
dengan perkaratan logam berdasar perhitungan data statistik dari sejumlah perbandingan di beberapa negara. “Hingga
sekarang Indonesia belum punya data yang kongkret
tentang korosi ini. (Widyanto,2005)
Korosi
adalah proses atau reaksi elektrokimia yang bersifat alamiah dan berlangsung dengan sendirinya, oleh karena itu
korosi tidak dapat dicegah atau dihentikan sama sekali.
Korosi hanya bisa dikendalikan atau diperlambat lajunya sehingga memperlambat proses perusakannya.
Dampak
yang ditimbulkan korosi dapat berupa kerugian langsung dan kerugian tidak langsung. Kerugian
langsung adalah berupa terjadinya kerusakan pada peralatan, permesinan atau stuktur bangunan.Sedangkan kerugian tidak
langsung berupa terhentinya
aktifitas produksi karena terjadinya
penggantian peralatan yang rusak akibat
korosi, terjadinya kehilangan produk akibat adanya
kerusakan pada kontainer,tanki
bahan bakar atau jaringan pemipaan air bersih atau minyak mentah, terakumulasinya produk korosi pada alat
penukar panas dan jaringan pemipaannya akan menurunkan efisiensi perpindahan
panasnya, dan lain sebagainya. Bahkan kerugian
tidak langsung dapat berupa terjadinya kecelakaan yang menimbulkan korban jiwa, seperti kejadian runtuhnya
jembatan akibat korosi retak tegang di West Virginia
yang menyebabkan 46 orang meninggal dunia, terjadinya kebakaran akibat kebocoran pipa gas di Minnesota karena
selective corrosion dan meledaknya pembangkit
tenaga nuklir di Virginia akibat terjadinya korosi erosi pada pipa uapnya(Simatupang, 2008).
Faktor
yang berpengaruh terhadap korosi dapat dibedakan menjadi dua, yaitu yang berasal dari bahan itu sendiri dan dari
lingkungan. Faktor dari bahan meliputi kemurnian
bahan, struktur bahan, bentuk kristal, unsur-unsur kelumit yang ada dalam bahan, teknik pencampuran bahan dan
sebagainya. Faktor dari lingkungan meliputi tingkat
pencemaran udara, suhu, kelembaban, keberadaan zat-zat kimia yang bersifat korosif dan sebagainya.
1.2 Rumusan
Masalah
1.
Apa
saja faktor-faktor yang mempengaruhi korosi ?
2. Bagaimanakah proses terjadinya korosi ?
3. Apa saja jenis-jenis korosi ?
4. Apa saja dampak yang ditimbulkan dari korosi ?
5. Bagaimanakah pencegahan korosi ?
1.3 Manfaat
1.
Dapat
menghindari terjadinya perkaratan pada logam dalam kehidupan sehari-hari ?
2.
Dapat
mengetahui faktor-faktor penyebab dan dampak dari korosi ?
BAB
II
PEMBAHASAN
2.1
Pengertian Korosi
Korosi adalah kerusakan atau degradasi logam
akibat reaksi redoks antara suatu logam dengan berbagai
zat di lingkungannya yang menghasilkan senyawa-senyawa yang tidak dikehendaki.
Dalam bahasa sehari-hari, korosi disebut perkaratan. Contoh korosi yang paling
lazim adalah perkaratan besi.
Pada peristiwa korosi, logam mengalami
oksidasi, sedangkan oksigen (udara)
mengalami reduksi. Karat logam umumnya adalah berupa
oksida atau karbonat. Rumus kimia karat besi adalah Fe2O3.nH2O,
suatu zat padat yang berwarna coklat-merah.
Korosi dapat juga diartikan sebagai
serangan yang merusak logam karena logam bereaksi secara kimia
atau elektrokimia dengan lingkungan. Ada
definisi lain yang mengatakan bahwa korosi adalah kebalikan dari proses ekstraksi logam dari bijih mineralnya. Contohnya, bijih mineral logam besi
di alam bebas ada dalam bentuk senyawa besi
oksida atau besi
sulfida, setelah diekstraksi dan diolah, akan dihasilkan besi yang
digunakan untuk pembuatan baja atau baja
paduan. Selama pemakaian, baja tersebut akan bereaksi dengan
lingkungan yang menyebabkan korosi (kembali menjadi senyawa besi oksida).
Kecepatan korosi sangat tergantung
pada banyak faktor, seperti ada atau tidaknya lapisan oksida, karena lapisan
oksida dapat menghalangi beda potensial
terhadap elektroda lainnya yang akan sangat berbeda
bila masih bersih dari oksida.
Proses
korosi secara kimiawi adalah proses ionisasi yang terjadi secara alamiah akibat
adanya interaksi dengan udara seperti kelembaban, keasaman daerah atau kondisi
operasi tertentu. Dua buah logam yang memiliki sifat yang berbeda yang saling
berdekatan akan menghasilkan ion positif dan negatif, kemudian apabila
bersinggungan dengan udara maka akan terbentuk senyawa baru karena udara
mengandung bermacam-macam unsur, salah satu yang paling berpengaruh adalah
hidrogen yang merupakan penyebab terjadinya korosi yang disebut dengan
atmospheric corrosion. Proses korosi karena perlakuan merupakan proses
terjadinya korosi karena adanya unsur kesengajaan.
Dampak
yang ditimbulkan korosi dapat berupa kerugian langsung dan kerugian tidak langsung. Kerugian
langsung adalah berupa terjadinya kerusakan pada peralatan, permesinan atau stuktur bangunan.Sedangkan kerugian tidak
langsung berupa terhentinya
aktifitas produksi karena terjadinya
penggantian peralatan yang rusak akibat
korosi, terjadinya kehilangan produk akibat adanya
kerusakan pada kontainer,tanki
bahan bakar atau jaringan pemipaan air bersih atau minyak mentah, terakumulasinya produk korosi pada alat
penukar panas dan jaringan pemipaannya akan menurunkan efisiensi perpindahan
panasnya, dan lain sebagainya. Bahkan kerugian
tidak langsung dapat berupa terjadinya kecelakaan yang menimbulkan korban jiwa, seperti kejadian runtuhnya
jembatan akibat korosi retak tegang di West Virginia
yang menyebabkan 46 orang meninggal dunia, terjadinya kebakaran akibat kebocoran pipa gas di Minnesota karena
selective corrosion dan meledaknya pembangkit
tenaga nuklir di Virginia akibat terjadinya korosi erosi pada pipa uapnya(Simatupang, 2008).
Faktor
yang berpengaruh terhadap korosi dapat dibedakan menjadi dua, yaitu yang berasal dari bahan itu sendiri dan dari
lingkungan. Faktor dari bahan meliputi kemurnian
bahan, struktur bahan, bentuk kristal, unsur-unsur kelumit yang ada dalam bahan, teknik pencampuran bahan dan
sebagainya. Faktor dari lingkungan meliputi tingkat
pencemaran udara, suhu, kelembaban, keberadaan zat-zat kimia yang bersifat korosif dan sebagainya.
Pengendalian
korosi secara teoritis dilakukan sejak pemilihan bahan, proses perancangan, sampai struktur jadi dan
bahkan melalui perubahan/modifikasi lingkungannya
(elektrolit). Akan tetapi masih terdapat hal-hal di luar jangkauan perekayasa atau pakar korosi yang
berkompeten. Pada Stuktur bangunan lepas pantai misalnya
tak ada orang yang sanggub untuk mengubah pH air laut, demikian pula perekayasa proses tidak dapat mengubah
komposisi produk yang ingin dibuatnya. Sehingga
sistim proteksi katodik pada jacket menjadi alternatif dalam
pengendalian korosi.
Jacket
merupakan
struktur bangunan laut yang sangat penting karena berfungsi sebagai selubung untuk guidance pile dan
penahan gaya literal guna kesetabilan konstruksi.
Disamping itu juga merupakan penyangga bagi beberapa perlatan seperti riser,
caisssons, boat landing dan lain-lain. Jacket sendiri merupakan salah
satu bangunan laut yang berhubungan langsung
dengan air laut yang mana sangat rentan terjadi
korosi. Melihat fungsi jacket yang sanga penting dalam keberlangsungan konstruksi bangunan laut maka perlu
adanya sitem perlingdungan yang sesuai baik dalam
segi teknis dan ekonomis.
Ada
beberapa metode dalam pencegahan korosi pada badan struktur jacket diantaranya adalah pelapisan cat,
proteksi katodik, metode ICCP, dan lainnya, tetapi setelah struktur jacket beroperasi dan cat mulai rusak maka
proteksi katodik sangat dibutuhkan
dan memang pada umumnya digunakan adalah metode anoda tumbal atau proteksi katodik selain pelapisan cat.
Save M Dagun (2005: 98) mendefinisikan
korosi sebagai berikut:
Ø
Pengikisan atau pelapukan karena
karat atau peristiwa kimia.
Ø
Proses elektro-kimia yang
menyebabkan logam/bahan keramik berubah ke bentuk oksidanya.
Ø
Erosi kimia oleh oksigen di udara
yang menimbulkan batuan yang mengandung besi karat. Suatu proses korosi dapat
menyebabkan timbulnya degradasi atau penurunan mutu suatu logam. Penurunan mutu
ini tidak hanya melibatkan reaksi kimia namun juga melibatkan reaksi
elektrokimia yaitu reaksi antara bahan-bahan bersangkutan yang menyebabkan
terjadinya perpindahan elektron. Atom logam yang mengalami suatu reaksi korosi,
atom itu akan diubah menjadi sebuah ion melalui reaksi dengan suatu unsur yang
terdapat dilingkungannya, jika suatu atom logam disimbolkan dengan M, maka
proses korosi dapat digambarkan sebagai:
M ---> M Z+ + Ze- Persamaan diatas memperlihatkan bahwa atom-atom logam
dapat melepaskan sejumlah Z elektron
yang merupakan bilangan valensi yang
dimiliki oleh atom logam M
(Trethewey, 1991: 24).
Pelapisan dengan metode Hot Dip
Galvanizing akan melindungi struktur baja dari korosi dalam jangka waktu yang
cukup lama, hal ini karena gas dan kelembaban disekitar bagian bawah permukaan
seng akan menghasilkan sebuah lapisan pelindung yang berasal dari zinc oxide
dan hydroxide. Korosi yang terjadi pada logam dapat mengurangi sifat mekanik
dari logam tersebut. Mekanisme umum perlindungan lapisan seng terhadap laju
korosi pada baja yaitu:
1. Proteksi katodik
Metode anoda tumbal (sacrificial
anode method) Proteksi katodik merupakan perlindungan yang timbul karena adanya
perbedaan potensial elektrokimia antara baja dengan seng sehingga apabila
terjadi proses oksidasi maka lapisan seng terlebih dahulu teroksidasi, perlindungan
ini disebut juga perlindungan pengorbanan (sacrificial protection). Baja baru
akan terkorosi setelah semua lapisan seng yang melindunginya terkorosi, hal ini
akan memberikan cukup waktu untuk melakukan pelapisan kembali pada baja
tersebut.
2.
Proteksi anodik
Prinsip proteksi secara anodik yaitu
pemberian potensial pada baja sehingga logam itu terpolarisasi anodik dari
potensial korosi bebasnya, sehingga akan menyebabkan terbentuknya suatu selaput
pasif yang menjadi pelindung terhadap korosi. Selaput ini akan dapat memberikan
perlindungan apabila menempel dengan kuat dan cukup tahan terhadap kerusakan
mekanik. Proteksi anodik merupakan perlindungan terhadap korosi pada logam yang
disebabkan karena adanya lapisan pelindung pada permukaan sehingga korosi yang
seharusnya terjadi pada baja terhalangi karena adanya lapisan tersebut.
Perlindungan ini sangat dipengaruhi oleh tebal lapisan yang menyelubungi
permukaan baja.
2.2 Proses Terjadinya Korosi
Korosi atau pengkaratan merupakan fenomena kimia
pada bahan – bahan logam yang pada dasarnya merupakan reaksi logam menjadi ion
pada permukaan logam yang kontak langsung dengan lingkungan berair dan oksigen.
Contoh yang paling umum, yaitu kerusakan logam besi dengan terbentuknya karat
oksida. Dengan demikian, korosi menimbulkan banyak kerugian.
Korosi logam melibatkan proses anodik, yaitu
oksidasi logam menjadi ion dengan melepaskan elektron ke dalam (permukaan)
logam dan proses katodik yang mengkonsumsi electron tersebut dengan laju yang
sama : proses katodik biasanya merupakan reduksi ion hidrogen atau oksigen dari
lingkungan sekitarnya.
Perkaratan besi adalah peristiwa elektrokimia
sebagai berikut :
Ø
Besi dioksidasi oleh H2O atau ion
hydrogen
Fe(s) → Fe2+(aq)
+ 2e- (oksidasi)
2H+ (aq) →
2H(aq) ( reduksi )
Ø
Atom-atom H bergabung menghasilkan H2
2H(aq) → H2(g)
Ø
Atom-atom H bergabung dengan oksigen
2H(aq) + ½ O2(aq)
→ H2 O(l)
Ø
Jika konsentrasi H+ cukup tinggi (pH rendah),
maka reaksi
Fe + 2H+ (aq)
→ 2H(aq) + Fe2+ (aq)
2H(aq) → H2(g)
Ø
Ion Fe2+ juga bereaksi dengan oksigen
dan membentuk karat (coklat keerah-merahan ) dengan menghasilkan ion H+
yang selanjutnya direduksi menjadi H2-
4Fe2+ (aq)
+ O2(aq) + 4H2 O(l) + 2xH2
O(l) → 2Fe2O3H2O)x(s) +
8H+
Reaksi totalnya menjadi
4Fe(s) + 3O2(aq)
+ 2x H2 O(l) → 2Fe2O3H2O)x(s)
2.3 Penyebab Korosi dan Laju Korosi
Ada beberapa faktor yang mempengaruhi suatu logam dapat terkorosi dan kecepatan laju korosi suatu logam. Sua logam yang sama belum tentu mengalami kasus korosi yang sama pula pada lingkungan yang berbeda. Begitu juga dua logam pada kondisi lingkungan yang sama tetapi jenis materialnya berbeda, belum tentu mengalami korosi yanga sama. Dari hal tersebut, maka dapat dikatakan bahwa terdapat dua faktor yang dapat mempengaruhi korosi suatu logam, yaitu faktor metalurgi dan faktor lingkungan.
1. Faktor Metalurgi
Faktor metalurgi adalah pada material itu sendiri. Apakah suatu logam
dapat tahan terhadap korosi, berapa kecepatan korosi yang dapat terjadi pada
suatu kondisi, jenis korosi apa yang paling mudah terjadi, dan lingkungan apa
yang dapat menyebabkan terkorosi, ditentukan dari faktor metalurgi tersebut.
Yang termasuk dalam faktor metalurgi antara lain :
a. Jenis logam dan paduannya
Pada lingkungan tertentu, suatu logam dapat tahan tehadap korosi. Sebagai
contoh, aluminium dapat membentuk lapisan pasif pada lingkungan tanah dan air
biasa, sedangkan Fe, Zn, dan beberapa logam lainnya dapat dengan mudah terkorosi.
b. Morfologi dan homogenitas
Bila suatu paduan memiliki elemen paduan yang tidak homogen, maka paduan tersebut akan memiliki karakteristik ketahanan korosi yagn berbeda-beda pada tiap daerahnya.
c. Perlakuan panas
Logam yang di-heat treatment akan mengalami perubahan struktur kristal atau perubahan fasa. Sebagai contoh perlakuan panas pada temperatur 500-800 0C terhadap baja tahan karat akan menyebabkan terbentuknya endapan krom karbida pada batas butir. Hal ini dapat menyebabkan terjadinya korosi intergranular pada baja tersebut. Selain itu, beberapa proses heat treatment menghasilkan tegangan sisa. Bila tegangan sisa tesebut tidak dihilangkan, maka dapat memicu tejadinya korosi retak tegang.
d. Sifat mampu fabrikasi dan pemesinan
Merupakan suatu kemampuan material untuk menghasilkan sifat yang baik setelah proses fabrikasi dan pemesinan. Bila suatu logam setelah fabrikasi memiliki tegangan sisa atau endapan inklusi maka memudahkan terjadinya retak.
2. Faktor Lingkungan
Faktor-faktor lingkungan yang dapat
mempengaruhi korosi antara lain:
a. Komposisi kimia
a. Komposisi kimia
Ion-ion tertentu yang terlarut di
dalam lingkungan dapat mengakibakan jenis korosi yang berbeda-beda. Misalkan antara air laut dan air
tanah memiliki sifat korosif
yang berbeda dimana air laut mengandung ion klor yang sangat reaktif mengakibatkan korosi.
b.
Konsentrasi
Konsentrasi dari elektrolit atau
kandungan oksigen akan mempengaruhi kecepatan korosi yang
terjadi. Pengaruh konsentrasi elektrolit terlihat pada laju korosi yang berbeda
dari besi yang tercelup dalam H2SO4 encer atau pekat, dimana pada larutan
encer, Fe akan mudah larut dibandingkan dalam H2SO4 pekat.
c. Temperatur
Pada lingkungan temperatur tinggi, laju korosi yang terjadi lebih tinggi dibandingkan dengan temperatur rendah, karena pada temperatur tinggi kinetika reaksi kimia akan meningkat.
d. Gas, cair atau padat
Kandungan kimia di medium cair, gas atau padat berbeda-beda. Misalkan pada gas, bila lingkungan mengandung gas asam, maka korosi akan mudah terjadi (contohnya pada pabrik pupuk). Kecepatan dan penanganan korosi ketiga medium tersebut juga dapat berbeda-beda. Untuk korosi di udara, proteksi katodik tidak dapat dilakukan, sedangkan pada medium cair dan padat memungkinkan untuk dilakukan proteksi katodik.
e. Kondisi biologis
Mikroorganisme sepert bakteri dan jamur dapat menyebabkan terjadinya korosi mikrobial terutama sekali pada material yang terletak di tanah. Keberadaan mikroorganisme sangat mempengaruhi konsentrasi oksigen yang mempengaruhi kecepatan korosi pada suatu material.
Faktor-faktor metalurgi dan lingkungan harus dievaluasi secara integral. Dalam suatu industri, sering diterapkan beberapa jenis logam dalam suatu kondisi lingkungan, atau sebaliknya satu jenis logam berada dalam beberapa jenis kondisi lingkungan. Kondisi yang paling rumit adalah beberapa jenis logam berada pada beberapa jenis lingkungan.
2.4 Jenis – jenis Korosi
Bentuk-bentuk korosi dapat berupa korosi merata,
korosi galvanik, korosi sumuran, korosi celah, korosi retak tegang (stress
corrosion cracking), korosi retak fatik (corrosion fatique cracking) dan korosi
akibat pengaruh hidogen (corrosion induced hydrogen), korosi intergranular,
selective leaching, dan korosi erosi.
1. Korosi merata adalah korosi yang
terjadi secara serentak diseluruh permukaan logam, oleh karena itu pada logam
yang mengalami korosi merata akan terjadi pengurangan dimensi yang relatif
besar per satuan waktu. Kerugian langsung akibat korosi merata berupa
kehilangan material konstruksi, keselamatan kerja dan pencemaran lingkungan
akibat produk korosi dalam bentuk senyawa yang mencemarkan lingkungan.
Sedangkan kerugian tidak langsung, antara lain berupa penurunan kapasitas dan
peningkatan biaya perawatan (preventive maintenance).
2. Korosi galvanik terjadi apabila dua
logam yang tidak sama dihubungkan dan berada di lingkungan korosif. Salah satu
dari logam tersebut akan mengalami korosi, sementara logam lainnya akan
terlindung dari serangan korosi. Logam yang mengalami korosi adalah logam yang
memiliki potensial yang lebih rendah dan logam yang tidak mengalami korosi
adalah logam yang memiliki potensial lebih tinggi.
3. Korosi sumuran adalah korosi lokal
yang terjadi pada permukaan yang terbuka akibat pecahnya lapisan pasif.
Terjadinya korosi sumuran ini diawali dengan pembentukan lapisan pasif
dipermukaannya, pada antarmuka lapisan pasif dan elektrolit terjadi penurunan
pH, sehingga terjadi pelarutan lapisan pasif secara perlahan-lahan dan
menyebabkan lapisan pasif pecah sehingga terjadi korosi sumuran. Korosi sumuran
ini sangat berbahaya karena lokasi terjadinya sangat kecil tetapi dalam,
sehingga dapat menyebabkan peralatan atau struktur patah mendadak.
4. Korosi celah adalah korosi lokal
yang terjadi pada celah diantara dua komponen. Mekanisme terjadinya korosi
celah ini diawali dengan terjadi korosi merata diluar dan didalam celah,
sehingga terjadi oksidasi logam dan reduksi oksigen. Pada suatu saat oksigen
(O2) di dalam celah habis, sedangkan oksigen (O2) diluar celah masih banyak,
akibatnya permukaan logam yang berhubungan dengan bagian luar menjadi katoda
dan permukaan logam yang didalam celah menjadi anoda sehingga terbentuk celah
yang terkorosi.
5. Korosi retak tegang (stress
corrosion cracking), korosi retak fatik (corrosion
fatique cracking) dan korosi akibat pengaruh hidogen (corrosion induced hydrogen) adalah bentuk korosi dimana
material mengalami keretakan akibat pengaruh
lingkungannya. Korosi retak tegang terjadi pada paduan logam yang mengalami
tegangan tarik statis dilingkungan tertentu, seperti : baja tahan karat sangat
rentan terhadap lingkungan klorida panas, tembaga rentan dilarutan amonia dan
baja karbon rentan terhadap nitrat. Korosi retak fatk terjadi akibat tegangan
berulang dilingkungan korosif. Sedangkan korosi akibat pengaruh hidogen terjadi
karena berlangsungnya difusi hidrogen kedalam kisi paduan.
6. Korosi intergranular adalah bentuk
korosi yang terjadi pada paduan logam akibat terjadinya reaksi antar unsur
logam tersebut di batas butirnya. Seperti yang terjadi pada baja tahan karat
austenitik apabila diberi perlakuan panas. Pada temperatur 425 – 815oC karbida
krom (Cr23C6) akan mengendap di
batas butir. Dengan kandungan krom dibawah 10 %, didaerah pengendapan tersebut
akan mengalami korosi dan menurunkan kekuatan baja tahan karat tersebut.
7. Selective leaching adalah korosi
yang terjadi pada paduan logam karena pelarutan salah satu unsur paduan yang
lebih aktif, seperti yang biasa terjadi pada paduan tembaga-seng. Mekanisme
terjadinya korosi selective leaching diawali dengan terjadi pelarutan total
terhadap semua unsur. Salah satu unsur pemadu yang potensialnya lebih tinggi
akan terdeposisi, sedangkan unsur yang potensialnya lebih rendah akan larut ke
elektrolit. Akibatnya terjadi keropos pada logam paduan tersebut. Contoh lain
selective leaching terjadi pada besi tuang kelabu yang digunakan sebagai pipa
pembakaran. Berkurangnya besi dalam paduan besi tuang akan menyebabkan paduan
tersebut menjadi porous dan lemah, sehingga dapat menyebabkan terjadinya pecah
pada pipa.
2.5 Bakteri Penyebab Korosi
Fenomena korosi yang terjadi dapat
disebabkan adanya keberadaan dari bakteri. Jenis-jenis bakteri yang berkembang
yaitu :
1. Bakteri reduksi sulfat
Bakteri ini merupakan bakteri jenis
anaerob membutuhkan lingkungan bebas oksigen atau lingkungan reduksi, bakteri
ini bersirkulasi di dalam air aerasi termasuk larutan klorin dan oksidiser
lainnya, hingga mencapai kondisi ideal untuk mendukung metabolisme. Bakteri ini
tumbuh pada oksigen rendah. Bakteri ini tumbuh pada daerah-daerah kanal,
pelabuhan, daerah air tenang tergantung pada lingkungannya.
Bakteri ini mereduksi sulfat menjadi
sulfit, biasanya terlihat dari meningkatnya kadar H2S atau Besi sulfida.Tidak
adanya sulfat, beberapa turunan dapat berfungsi sebagai fermenter menggunakan
campuran organik seperti pyruvnate untuk memproduksi asetat, hidrogen dan CO2,
banyak bakteri jenis ini berisi enzim hidrogenase yang mengkonsumsi hidrogen.
2. Bakteri oksidasi sulfur-sulfida
Bakteri jenis ini merupakan bakteri
aerob yang mendapatkan energi dari oksidasi sulfit atau sulfur. Bebarapa tipe
bakteri aerob dapat teroksidasi sulfur menjadi asam sulfurik dan nilai pH
menjadi 1. bakteriThiobaccilus umumnya ditemukan di deposit mineral dan
menyebabkan drainase tambang menjadi asam.
3. Bakteri besi mangan oksida
Bakteri memperoleh energi dari
osidasi Fe2+ Fe3+ dimana deposit berhubungan dengan bakteri korosi. Bakteri ini
hampir selalu ditemukan di Tubercle (gundukan Hemispherikal berlainan ) di atas
lubang pit pada permukaan baja. Umumnya oksidaser besi ditemukan di lingkungan
dengan filamen yang panjang.
2.6 Masalah-masalah di lapangan
Banyak sekali di dunia industri dan
fasilitas umum terjadi proses korosi disebabkan oleh fenomena biokorosi akibat
adanya bakteri. Kasus-kasus tersebut yaitu :
1. Pipa-pipa bawah tanah di Industri
minyak dan gas bumi
Dalam suatu contoh kasus dari
perusahaan Korea Gas Corporation (KOGAS) menggunakan pipa-pipa gas yang dilapis
denganpolyethy lene (APL 5L X-65). Selama instalasi, pipa dilas tiap 12 meter
dan diproteksi denganim pr es s ed current proteksi katodik dengan potensial proteksi
–850 mV (vs saturated Cu/CuSO4). Kemudian beberapa tahun dicek kondisi lapis
lindung maupun korosi aktif menggunakan pengujian potensial gardien5, hasilnya
berupa letak-letak coating defect di sepanjang pipa. Kegagalan selanjutnya
yaitu adanya disbonded coating area di permukaan pipa yang disebabkan adanya
arus proteksi katodik yang berlebihan terekspos. Coating defect dan daerah
disbonded coating sangat baik untuk perkembangan mikroba anaerob. Pada
disbonded coating area terjadi korosi local (pitting), lubang pit berbentuk
hemisspherikal dalam tiap-tiap kelompok. Kedalaman pit 5-7 mm (0,22 – 0,47
mm/year)4,
2. Peralatan sistem pemyemprot pemadam
kebakaran.
Di kota Kalifornia Amerika serikat,
departemen pemadam kebakaran mengalami masalah cukup sulit dimana debit air
alat system penyemprot turun walau tekanan cukup besar, setelah diselidiki maka
di dalam alat penyemprot terjadi suatu korosi yang disebabkan oleh aktifitas
mikroba dipermukaan dinding bagian dalam yang terbuat dari baja karbon dan tembaga
saat beberapa bulan pembelian.
Hal ini disebabkan adanya biodeposit
(turbucle) yang tumbuh di di dinding bagian dalam, kemudian di dalam biodeposit
tersebut terjadi aktifitas degradasi lokal berupa korosi pitting sehingga
mengurangi tebal pipa dan aktifitas ini menghasilkan senyawa H2S di lubang pit
yang mengakibatkan keadaan asam dan mempercepat kelarutan logam.
2.7 Dampak Dari Korosi
Karatan adalah istilah yang
diberikan masyarakat terhadap logam yang mengalami kerusakan berbentuk keropos.
Sedangkan bagian logam yang rusak dan berwarna hitam kecoklatan pada baja
disebut Karat. Secara teoritis karat adalah istilah yang diberikan terhadap
satu jenis logam saja yaitu baja, sedangkan secara umum istilah karat lebih
tepat disebut korosi. Korosi didefenisikan sebagai degradasi material
(khususnya logam dan paduannya) atau sifatnya akibat berinteraksi dengan
lingkungannya.
Korosi merupakan proses atau reaksi
elektrokimia yang bersifat alamiah dan berlangsung dengan sendirinya, oleh
karena itu korosi tidak dapat dicegah atau dihentikan sama sekali. Korosi hanya
bisa dikendalikan atau diperlambat lajunya sehingga memperlambat proses
perusakannya.
Dilihat dari aspek elektrokimia,
korosi merupakan proses terjadinya transfer elektron dari logam ke lingkungannya.
Logam berlaku sebagai sel yang memberikan elektron (anoda) dan lingkungannya
sebagai penerima elektron (katoda). Reaksi yang terjadi pada logam yang
mengalami korosi adalah reaksi oksidasi, dimana atom-atom logam larut
kelingkungannya menjadi ion-ion dengan melepaskan elektron pada logam tersebut.
Sedangkan dari katoda terjadi reaksi, dimana ion-ion dari lingkungan mendekati
logam dan menangkap elektron- elektron yang tertinggal pada logam.
Dampak yang ditimbulkan korosi
sungguh luar biasa. Berdasarkan pengalaman pada tahun-tahun sebelumnya, Amerika
Serikat mengalokasikan biaya pengendalian korosi sebesar 80 hingga 126 milyar
dollar per tahun. Di Indonesia, dua puluh tahun lalu saja biaya yang
ditimbulkan akibat korosi dalam bidang indusri mencapai 5 trilyun rupiah. Nilai
tersebut memberi gambaran kepada kita betapa besarnya dampak yang ditimbulkan
korosi dan nilai ini semakin meningkat setiap tahunnya karena belum
terlaksananya pengendalian korosi secara baik bidang indusri. Dampak yang
ditimbulkan korosi dapat berupa kerugian langsung dan kerugian tidak langsung.
Kerugian langsung adalah berupa terjadinya kerusakan pada peralatan, permesinan
atau stuktur bangunan. Sedangkan kerugian tidak langsung berupa terhentinya
aktifitas produksi karena terjadinya penggantian peralatan yang rusak akibat
korosi, terjadinya kehilangan produk akibat adanya kerusakan pada kontainer,
tanki bahan bakar atau jaringan pemipaan air bersih atau minyak mentah,
terakumulasinya produk korosi pada alat penukar panas dan jaringan pemipaannya
akan menurunkan efisiensi perpindahan panasnya, dan lain sebagainya.
2.8 Mekanisme kerja inhibitor korosi
Suatu inhibitor kimia adalah suatu zat
kimia yang dapat menghambat atau memperlambat suatu reaksi kimia. Secara
khusus, inhibitor korosi merupakan suatu zat kimia yang bila ditambahkan
kedalam suatu lingkungan tertentu, dapat menurunkan laju penyerangan lingkungan
itu terhadap suatu logam.
Pada prakteknya, jumlah yang di tambahkan adalah sedikit, baik
secara kontinu maupun periodik menurut suatu selang waktu tertentu.
Adapun mekanisme kerjanya dapat dibedakan sebagai berikut :
(1) Inhibitor teradsorpsi pada permukaan
logam, dan membentuk suatu lapisan tipis dengan ketebalan beberapa molekul
inhibitor. Lapisan ini tidak dapat dilihat oleh mata biasa, namun dapat
menghambat penyerangan lingkungan terhadap logamnya.
(2) Melalui pengaruh lingkungan (misal
pH) menyebabkan inhibitor dapat mengendap dan selanjutnya teradsopsi pada
permukaan logam serta melidunginya terhadap korosi. Endapan yang terjadi cukup
banyak, sehingga lapisan yang terjadi dapat teramati oleh mata.
(3) Inhibitor lebih dulu mengkorosi
logamnya, dan menghasilkan suatu zat kimia yang kemudian melalui peristiwa
adsorpsi dari produk korosi tersebut membentuk suatu lapisan pasif pada
permukaan logam.
(4)
Inhibitor menghilangkan kontituen yang agresif dari lingkungannya.
Berdasarkan sifat korosi logam secara
elektrokimia, inhibitor dapat mempengaruhi polarisasi anodik dan katodik. Bila
suatu sel korosi dapat dianggap terdiri dari empat komponen yaitu: anoda,
katoda, elektrolit dan penghantar elektronik, maka inhibitor korosi memberikan
kemungkinan Omenaikkan polarisasi anodik, atau menaikkan polasisasi katodik
atau menaikkan tahanan listrik dari rangkaian melalui pembentukan endapan tipis
pada permukaan logam. Mekanisme ini dapat diamati melalui suatu kurva
polarisasi yang diperoleh secara eksperimentil.
2.9 Jenis inhibitor dan jenis kerjanya
2.9.1 Inhibitor memasifkan anoda.
Salah satu contoh inhibitor yang memasifkan anoda adalah
senyawa-senyawa kromat, misalnya Na2C2O4 =. Salah
satu reaksi redoks yang terjadi dengan logam besi adalah:
Oksidasi : 2 Fe + 2 H2O ----------- Fe2O3 + 6 H+ + 6e
Reduksi : 2 CrO4 = + 10 H+ + 6e
-------- Cr2O3 + 5 H2O
red-oks : 1 Fe + 2 CrO4= + 2 H+ -------
Fe2O3 + Cr2O3 + 3
H2O
Padatan atau endapan Fe2O3 dan Cr203 inilah
yang kemudian bertindak sebagai pelindung bagi logamnya. Lapisan endapan tipis
saja, namun cukup efektif untuk melindungi permukaan logam yang lemah dari
serangan zat-zat agresif. Untuk ini diperlukan kontinuitas pembentukan lapisan
endapan mengingat lapisan tersebut bisa lepas yang disebabkan oleh adanya arus
larutan. Berbagai data penelitian dengan berbagai kondisi percobaan menganggap
bahwa Cr(III) nampak dominan pada spesimen yang didukung oleh pembentukan
lapisan udara, sementara itu Cr(IV) teramati di daerah luar dari spesimen
pengamatan yang didukung oleh suatu lapisan pelindung yang mengandung Cr(III).
Ini menunjukkan bahwa terjadinya reduksi Cr(IV) menjadi Cr(III) pada permukaan spesimen.
Secara keseluruhan tebal lapisan yang terdiri dari spesimen kromium dan
aluminium memperlihatkan lapisan dalam bentuk Cr(IV) memiliki ketebalan sekitar
satu per-enam dari tebal lapisan keseluruhan.
Hasil penelitian dengan menggunakan teknik pendar fluor dari
adsorpsi sinar x memperlihatkan disagregasi lapisan yang mengandung Cr(IV)
sebanding dengan pertumbuhan Cr203 yang mengisi celah-celah
lapisan anodik (dalam hal ini Al203) diatas permukaan logam Al.
Cara yang sudah lazim tentang studi pembentukan lqpisan pasif pada
permukaan logam akibat reaksi antar muka logam dengan inhibitor dapat
menggunakan diagram potensial - pH dan secara kinetik dengan menggunakan kurva
polarisasi.
Inhibitor jenis Cr04 = dan N02- cukup banyak digunakan untuk
perlindungan logam besi dam aluminium terhadap berbagai medium korosif. Namun
dari studi teoritis maupun eksperimentil, kedua jenis inhibitir tersebut kurang
baik digunakan dalam medium yang mengandung H2S dan Cl-.
Dengan adanya H2S, sebagian dari Cr04= bereaksi dengan H2S yang
menghasilkan belerang. Nampaknya Cr203 yang terbentuk tidak
dapat terikat kuat pada logamnya. Sedangkan pada medium Cl-,
terjadi kompetisi reaksi dengan logamnya.
Misalnya ion klorida dapat membentuk
kompleks terlarut dengan senyawa Fe (III) yang ada pada permukaan logam besi,
sehingga lapisan pelindung Cr2O3 -Fe203 sukar
dipertahankan keberadaannya.
Tabel 1 berikut ini merupakan rangkuman tentang penggunaan
inhibitor kromat untuk melindungi beberapa jenis logam dalam berbagai
lingkungan
korosif.
\
Tabel 1. (dari berbagai Iiteratur).
Konsentrasi
efektif dari inhibitir kromat. LOGAM
|
LINGKUNGAN
|
INHIBITOR
|
Al
|
HNO3 10%
H3PO4
H2PO
20%
H3PO4 pekat
Etanol panas
NaCl 3-5%
Na-trikloroasetat
50%
Tetrahidrofuran,
alk
|
alkali,
kromat 0,1%
alkali,
kromat 0,1%
Na2CrO4 0,5%
Na2CrO4 5%
K2Cr2O7
Na2CrO4 1%
Na2Cr2O7 0,5%
Na2CrO4 0,3%
|
Cu
|
Tetrahidrofuran,
alk
|
Na2CrO4 0,3%
|
Baja
|
Na –
trikloroasetat 50%
Tetrahidrofuran,
alk
|
Na2Cr2O7 0,5%
Na2CrO4 0,3%
|
Tabel
2 memperlihatkan konsentrasi kritis dari NaCl dan Na2SO4 selaku
depasivator pada penggunaan Na2CrO4 dan NaNO3 selaku
inhibitor korosi logam besi.
Tabel 2. Konsentrasi kritis NaCl dan Na2SO4 selaku
depasivator pada inhibitor Na2CrO4 dan NaNO2 bagi
logam besi
Inhibitor
|
Konsentrasi
(ppm)
|
Konsentrasi kritis (ppm)
|
|||||
NaCl
|
Na2SO4
|
||||||
Na2CrO4
|
200
500
|
12
30
|
55
120
|
||||
NaNO2
|
50
100
500
|
210
460
200
|
20
55
450
|
||||
Hal lain yang perlu diperhatikan adalah apabila konsentrasi
inhibitor jenis ini tidak mencukupi, malahan dapat menyebabkan peningkatan
kecepatan korosi logam. Bila lapisan pasif yang terbentuk tidak mencukupi untuk
menutupi permukaan logam, maka bagian yang tidak tertutupi akan terkorosi
dengan cepat. Akibatnya akan terbentuk permukaan anoda yang sempit dan permukaan
katoda yang jauh lebih luas, sehingga terjadilah korosi setempat dengan bentuk
sumuran-sumuran. Contoh senyawa lain dari inhibitor pasivasi anodik adalah phosfat
(PO4-3), tungstat (Wo4-2) dan molibdat (MoO4-2),
yang oleh karena tidak bersifat oksidator
maka reaksinya dengan logamnya memerlukan kehadiran oksigen.
2.9.2 Inhibitor memasifkan katoda.
Dua reaksi
uatama yang umum terjadi pada katoda diadalam medium air, yaitu reaksi
pembentukan hidrogen dari proton:
2 H+ + 2 e
---------- H2
dan reaksi
reduksi gas oksigen dalam suasana asam
O2 + 4 H+ + 4 e
----- 2 H2O
Karena bagi
suatu sal korosi, reaksi reduksi oksidasi terbentuk oleh pasangan reaksi
reduksi dan reaksi oksidasi dengan kecepatan yang sama, maka apabila reaksi
reduksi (pada katoda) dihambat akan menghambat pula reaksi oksidasi (pada
anoda). Inilah yang menjadi pedoman pertama di dalam usaha menghambat korosi
logam dalam medium air atau medium asam.
Hal yang
kedua adalah melalui penutupan permukaan katoda oleh suatu senyawa kimia tertentu
baik yang dihasilkan oleh suatu reaksi kimia atau melalui pengaturan kondisi
larutan,misalnya pH.
Secara umum
terdapat 3 jenis inhibutor yang mempasifkan katoda, yaitu jenis racun katoda,
jenis inhibutor mengendap pada katoda dan jenis penangkap oksigen. Inhibutor
racun katoda pada dasarnya berperan mengganggu rekasi pada katoda. Pada kasus
pembentukan gas hidrogen, reaksi diawali yang teradsorpsi pada permukaan
katota.
2.9.3 Inhibutor Ohmik dan Inhibutor
Pengendapan
Sebagai akibat lain daripada penggunaan inhibitor pembentuk
lapisan pada katoda maupun anoda adalah semakin bertambahnya tahanan daripada
rangkaian elektrolit. Lapisan yang dianggap memberikan kenaikan tahanan yang
memadai biasanya mencapai ketebalan beberapa mikroinchi. Bila lapisan terjadi
secara selektif pada daerah anoda, maka potensial korosi akan bergeser kearah
harga yang lebih positif, dan sebaliknya potensial korosi akan bergeser ke arah
yang lebih negatif bilamana lapisan terjadi pada daerah katoda. Jenis inhibutor
pengendapan yang banyak digunakan adalah natrium silikat dan berbagai senyawa
fosfat yang pada umumnya baik digunakan untuk melindungi baja keduanya cukup efektif bila kondisi pH
mendekati 7 dengan kadar Cl- yang rendah. E.F. Duffek dan D.S.Mc.Kinney
telah melakukan studi tentang penggunaan natrium silikat sebagai inhibitor
korosi bagi logam besi. Dalam hal ini natrium silikat bertindak sebagai
inhibitor mempasifkan anoda.
Percobaan dilakukan terhadap elektroda baja yang diperlakukan
selama 24 - 28 jam dalam larutan natrium silikat (dengan kadar SiO2 antara
3 - 500 ppm), dan dialiri udara. Selanjutnya hasilnya dibandingkan dengan
perlakuan baja larutan natrium hidroksida pada pH yang sama. Korosi tidak
terjadi walaupun dalam medium yang mengandung 15 ppm SiO2,
sedangkan pada larutan natrium hidroksida menunjukkan adanya korosi. .
Konsentrasi minimum dari inhibitor tergantung pada impuritis ada
air, karena adakalanya suatu impuritis membantu melindungi anoda melalui
pembentukan lapisan, dan di lain pihak ada impuritis yang dapat mempeptisasikan
atau malah melarutkan lapisan pelindungnya. Reaksi yang diperkirakan terjadi
adalah
Na2SiO2 + H+ 2 Na+ + H2SiO3
(natrium silikat) (asam silikat)
H2SiO3 SiO2. H20
Asam silikat akan nampak sebagai larutan keloid. Pengendapan SiO2 sangat
tergantung pada pH dan konsentrasi natrium silikat di dalam larutannya.
Pada umumnya larutan natrium silikat yang digunakan mempunyai
komposisi. 8,76% Na20, 28, 38% SiO2 dan selebihnya pengotorpengotor,
diantaranya Fe203 dan Al203.
Kehadiran pengotor senyawa besi dan aluminium dianggap
menguntungkan karena menambah endapan yang terbentuk. Konsentrasi natrium
silikat yang digunakan bervariasi dari 2 - 10 ppm yang tergantung dari jenis
air yang akan dilindungi. Gangguan dapat terjadi apabila terdapat ion Ca(II)
dan Mg(II) dalam jumlah yang tinggi.
Rumitnya
fenomena kimia yang terjadi pada penggunaan inhibutor jenis silikat atau fosfat
adalah adanya kemungkinan terbentuknya senyawa polisilikat atau polifosfat,
yang dalam hal ini memerlukan kehadiran oksigen. Pada prakteknya pun formulasi
dari inhibutor jenis silikat dan fosfat adalah dengan mencampurkan atau mevariasikan komposisi berbagai senyawa polisilikat atau
polifosfat. Perhitungan mengenai kondisi larutan (pH) dan konsentrasi inhibutor
sangat diperlukan sekali.
2.9.4 Inhibutor Organik
Dewasa ini
sudah berpuluh bahkan mungkin ratusan jenis inhibitor organik yang digunakan.
Studi mengenai mekanisme pembentukan lapisan lindung atau penghilangan
konstituen agresif telah banyak dilakukan baik dengan cara-cara yang umum
maupun dengan cara-cara baru dengan peralatan modern.
Pada
umumnya senyawa-senyawa organik yang dapat digunakan adalah senyawa-senyawa
yang mampu membentuk senyawa kompleks baik kompleks yang terlarut maupun
kompleks yang mengendap. Untuk itu diperlukan adanya gugus gugus fungsi yang
mengandung atom atom yang mampu membentuk ikatan kovalen terkoordinasi,
misalnya atom nitrogen, belerang, pada suatu senyawa tertentu.
Ikatan
antara logan dengan ion logam yang cukup kuat terjadi pada beberapa jenis
senyawa kompleks khelat (kompleks sepit). Suatu contoh adalah studi yang
dilakukan oleh D.J. Gardiner (Corros.Sci., 25 (1985) p. (1019) mengenai
inhibutor yang membehtuk kompleks pada permukaan tembaga diamati dengan
mikroskop Raman.
2.10 Pencegahan korosi
Pencegahan korosi didasarkan pada
dua prinsip berikut :
1. Mencegah kontak dengan oksigen
dan/atau air
Korosi besi memerlukan oksigen dan
air. Bila salah satu tidak ada, maka peristiwa korosi tidak dapat
terjadi. Korosi dapat dicegah dengan melapisi besi dengan cat, oli, logam
lain yang tahan korosi (logam yang lebih aktif seperti seg dan krom).
Penggunaan logam lain yang kurang aktif (timah dan tembaga) sebagai pelapis pada
kaleng bertujuan agar kaleng cepat hancur di tanah. Timah atau tembaga bersifat
mampercepat proses korosi.
2. Perlindungan katoda (pengorbanan
anoda)
Besi yang dilapisi atau dihubugkan
dengan logam lain yang lebih aktif akan membentuk sel elektrokimia dengan besi
sebagai katoda. Di sini, besi berfungsi hanya sebagai tempat terjadinya
reduksi oksigen. Logam lain berperan sebagai anoda, dan mengalami reaksi
oksidasi. Dalam hal ini besi, sebagai katoda, terlindungi oleh logam lain
(sebagai anoda, dikorbankan). Besi akan aman terlindungi selama logam
pelindungnya masih ada / belum habis. Untuk perlindungan katoda pada
sistem jaringan pipa bawah tanah lazim digunakan logam magnesium, Mg.
Logam ini secara berkala harus dikontrol dan diganti.
3.
Membuat
alloy atau paduan logam yang bersifat tahan karat
misalnya besi dicampur dengan logam Ni dan Cr menjadi baja
stainless (72% Fe, 19%Cr, 9%Ni).
BAB III
KESIMPULAN
3.1. Korosi merata dapat terjadi pada
logam dan paduan logam karena reaksi oksidasi dan reduksinya tersebar secara
merata pada logam dengan laju korosi yang relatif sama.
3.2. Logam yang terkorosi merata terjadi
akibat seluruh permukaan logam kontak dengan lingkungannya.
3.3 Aktivitas mikroba khususnya bakteri
reduksi ,oksida sulfat dan mangan oksidasi mengakibatkan degradasi fungsi
peralatan yang memakai bahan dasar logam dengan kondisi lingkungan kritis dan
temperatur tertentu. Maka pencegahan dengan pemilihan lingkungan kerja material
yang tidak memberikan nutrisi dan temperatur untuk berkembang dan perlindungan
korosi berupa pengecatan dan proteksi katodik.
Daftar
Pustaka
INDRA SURYA DALIMUNTHE,Kimia Dari Inhibitor Korosi, Progran Studi Teknik Kimia Fakultas Teknik Universitas Sumatera Utara e-USU
Repository ©2004 Universitas Sumatera Utara 1
Tidak ada komentar:
Posting Komentar